tujuh september sembilan enam

.

,

sabtu dinihari, tujuh september sembilan enam…

Ini udah lumayan larut malam, satu lima belas dinihari… dan gue begitu ingin membuat sebuah tulisan, walau entah dapat disebut sebagai apa….

Bertemankan ‘Terbunuh Sepi’-nya Slank.

Seharusnya gue nerusin lukisan yang lagi gue buat, mencoba mencurahkan segala kesah dan resah yang tiba-tiba hadir begitu kental terasa.

‘Keseimbangan’ itu mulai beranjak pergi, mulai meninggalkan gue dan gue benar-benar nggak nyiapin diri gue untuk itu… awal dulu itu, segalanya berjalan begitu sederhana, tak ada kerumitan yang berarti dan mengganggu. Berjalan mengikuti apa adanya, dan gue sempat berfikir semua akan terus berjalan seperti itu, nyatanya gue bermimpi, semua hanya khayalan gue.

Segalanya butuh kejelasan bukan sekedar satu bentuk kesombongan gue saja.

Dulu itu gue punya ‘keseimbangan ‘ itu, berupa tempat yang selalu siap ngedenger setiap ‘luka’ gue, segenap kemarahan gue, juga tawa gue… tempat dimana damai bisa gue temui.

Namun di bulan -bulan terakhir ini, disaat ‘beban’ terasa lagi memberat, juga kesal dan resah tiba-tiba memutar dan bercampur menyatu di hari yang terlalui, gue harus melaluinya sendiri… nggak ada lagi suara yang memperdengarkan semangat buat gue atau sekedar kalimat tanya, ‘kamu baik-baik aja kan?’

Gue bukan sosok yang senang buang-buang waktu, , juga bukan sosok yang senang membuang percuma waktu orang lain. Waktu yang terlewat disaat berusaha bicara dengan kamu adalah saat yang amat berharga buat gue, juga saat dimana gue harus mengangkat gagang telepon dan menghubungi nomer telepon kamu, begitu beharga, begitu berat buat gue… karena gue harus ngalahin ego yang gue punya. Sebuah ego yang selalu mengatakan, ‘ gue bukan siapa-siapa kamu!.’ Menghubungi dan mengajak bicara kamu adalah saat-saat dimana ‘keseimbangan’ itu gue butuhin. Selalu disetiap gue berusaha menghubungi kamu! Memang seharusnya gue langsung cerita dan ngomong ama kamu, tapi gue selalu lebih memilih untuk bertanya, ‘kamu baik-baik aja kan,?’… lalu berharap kamu ‘cukup mengenal gue.’

Seharusnya gue nggak perlu mempermasalahkan ini, atau mungkin semestinya gue udah harus bisa membaca ‘bahasa’ tubuh kamu dari setiap apa-apa yang kamu omongin ke gue baik yang kamu lakuin ataupun yang nggak kamu lakuin. Mungkin memang gue yang terlalu berharap banyak, berharap kamu menghubungi gue walau bukan untuk sebuah percakapan panjang namun hanya sekedar mendengar suara dan keberadaan kamu, agar gue merasa sekedar ‘ada.’

Gue nulis dan ngirim tulisan ini nggak punya maksud apa-apa, nggak punya maksud untuk ngebuat kamu ngerasa nggak enak ke gue (satu kesombongan lagi)… mungkin gue cuma lelah–bukan sekedar cape’– dan ingin ngungkapinnya sedikit ke kamu, bukan untuk apa-apa.

Gue nggak pernah pengen kamu berubah hanya untuk orang lain,… jadi tetaplah seperti ini karena memang seharusnya dari dulu gue yang seharusnya nyiapin dan membiasakan diri seperti sekarang ini karena gue bukan siapa-siapa kamu dan gue nggak pernah bisa memiliki kamu… dan tetaplah semuanya seperti ini agar segenap mimpi, angan dan yang gue rencanain tentang kamu tetap hanya gue yang tau, nggak perlu ada orang lain….

Saat ini, gue cuma pengen nulis, di depan komputer gue… juga pengen kamu tau, gue masih sayang kamu, entah sampai kapan…

Udah dua tigapuluh delapan dinihari….

‘semoga kamu masih mengenal gue dari kalimat-kalimat yang kamu baca’

– – –

hasil lain dari bongkar-bongkar file. kalo ini udah kuliah :)

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.