175 Menit

palangka-raya

Hadir di mall itu sudah satu rekor tersendiri buat saya, terlebih ke mall di hari Jumat malam, mestinya saya bisa mendapatkan award khusus =) Malam tadi ke Plaza Senayan untuk bertemu dengan dua orang mantan mahasiswa saya.

Butuh 85 menit untuk mencapai PS dari kantor yang berada hanya di area Kemanggisan. Saat pulang, butuh 50 menit hanya untuk keluar dari area parkir tambah lagi 40 menit untuk sampai di rumah. Total butuh 175 menit di mobil untuk jarak-jarak yang tak terlalu jauh itu. Ini belum ditambah perjalanan saat berangkat pagi. Andai ditambah hujan deras dan genangan air di mana-mana pasti angka 175 menit itu akan berlipatganda berkalilipat.

Jumlah kendaraan yang semakin tak sebanding dengan panjang jalan, menjadikan Jakarta bagai lautan showroom mobil segala merk. Di parkiran PS itu dari mobil kelas 100 jutaan hingga Porsche-Hummer-Bentley seharga milyaran rupiah dapat dengan mudah dijumpai. Parkir sejam 4.000 rupiah sepertinya tak lagi menjadi soal. Saya sendiri mesti membayar uang parkir yang nilainya lebih mahal dari makan siang saya sehari-hari.

Tiba-tiba teringat cetak biru yang pernah ditorehkan Soekarno pada 1950 saat merancang Palangka Raya yang disiapkan untuk menjadi ibukota pemerintahan pengganti Jakarta. Luas empat kali lipat yang dimiliki Palangka Raya dibanding Jakarta menjadikannya lebih ideal menjadi ibu kota. Belum lagi letaknya yang berada di tengah Indonesia, serta relatif aman dari bencana alam semisal gempa bumi, banjir dan tanah longsor.

Jalan-jalan di Palangka Raya dibuat sedemikian lurus dan lebar, menuju satu bunderan besar. Jalan-jalan tersebut disiapkan dapat melakukan pendaratan serta penerbangan pesawat-pesawat tempur buatan Uni Sovyet yang dimiliki AURI dengan jumlah yang mampu membuat merinding Amerika sekalipun. Garis pantai yang panjang disiapkan untuk menjadi pelabuhan modern yang siap merambah dunia, serta potensi transportasi sungai yang dapat dimungkinkan dengan adanya Sungai Kahayan yang melintas. Konsep tata ruang ala cosmic city pun diterapkan, mengkonstruksi kekuatan daya alam termasuk penetapan pengembangan kota sejalan dengan arah mata angin yang terhubung dengan obyek-obyek masif yang telah ada.

Kini melihat Jakarta dengan segala masalahnya tinggal berharap kepada keteguhan duet maut pemimpinnya saat ini. Walau realistisnya tetaplah sulit untuk mengubah Jakarta sepenuhnya. Historis Jakarta sendiri adalah kota dengan segunung masalah, banjir adalah masalah klasik ratusan tahun, Belanda yang terdepan di urusan kanal-kanal pun sesungguhnya menciptakan masalah baru dengan kanal-kanal yang dulu diciptakan. Jakarta pun pernah menjadi kota antara hidup dan mati saat diserang wabah malaria yang menewaskan ribuan warganya. Kota ini memang tidak akan pernah lepas dari permasalahan yang pelik.

Namun, 175 menit di jalan, tetaplah akan senantiasa menjadi layak untuk sebuah obrolan yang menyenangkan =)

* * *

Sumber Gambar:
Google Maps.

Sumber tulisan:
Sukarno dan Desain Rencana Ibu Kota RI di Palangkaraya (Wijanarka, 2006), Republika.co.id, Soekarno dan Tata Ruang Indonesia (Anton Dwisunu Hanung Nugrahanto).

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.